Minggu, 09 Juli 2017

Curriculum Vitae



DATA PRIBADI
Nama : Dwi Fajar Wati
Tempat tanggal lahir : Bogor, 18 Mei 1998
Agama : Islam
Jenis kelamin : Wanita
Status : belum minakah
Alamat : Pondok citeureup indah block C-20 no.04
Kewarganegaraan : Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL
2002-2004 : TK SARI SEKAR
2004-2010 : SDN 03 CITEUREUP
2010-2013 : SMPN 02 CITEUREUP
2013-2016 : SMA PLUS PGRI CIBINONG
2016-now : Universitas Gunadarma

Neraca Pembayaran Indonesia ke Colombia

Di Indonesia komoditas kopi merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai andil cukup penting penghasil devisa ketiga terbesar setelah kayu dan karet. Kopi sebagai tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang menarik bagi banyak negara terutama negara berkembang, karena perkebunan kopi memberi kesempatan kerja yang cukup tinggi dan dapat menghasilkan devisa yang sangat diperlukan bagi pembangunan nasional (Spillane, 1990).
Perkembangan produksi kopi Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat produksi kopi di Indonesia secara rata-rata mengalami kenaikan tiap tahunnya, produksi kopi tertinggi dalam kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 2008 sebesar 683.300 ton dan produksi kopi terendah pada tahun 1997 sebesar 426.812 ton. Sumber kenaikan produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan rakyat produksi kopi rakyat mengalami kecenderungan yang meningkat selama periode 1997-2008, sementara produksi kopi perkebunan besar menunjukkan kecenderungan yang menurun selama periode tersebut.
Berdasarkan catatan data AEKI,konsumsi dalam negeri selama ini hanya berkisar antara 100 ribu hingga 125 ribu ton per tahun atau 27% dari produksi normal kopi nasional yang 450 ribu ton. Sementara itu, realisasi ekspor per tahun mencapai 265 ribu ton. Dibanding jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 200 juta, konsumsi per kapita per tahun masyarakat Indonesia terhadap kopi dalam negeri hanya 600 gram.
Indonesia mempunyai trend menurun dalam perkembangan ekspor tahun 2004-2008 hal itu dapat dilihat dari tabel 1.2 di bawah, walaupun mampu menduduki posisi sebagai negara pengekspor kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Columbia dan Vietnam produksi Indonesia masih kalah jauh dengan ke-3 negara tersebut begitu juga dengan ekspor Indonesia
         Kopi Indonesia juga memiliki pangsa ekspor tinggi di Eropa, AS, Jepang, Korea, dan Aljazair. Bahkan, Sebuah waralaba penjual kopi terkenal di Amerika Serikat, Starbuck, juga menggunakan kopi yang diimpor dari Indonesia.Amerika menjadi negara pengimpor kopi terbesar dari Indonesia, negara tujuan ekspor lainnya adalah Jepang, Jerman, Italia walaupun Amerika menjadi negara pengimpor terbesar dari Indonesia, tetapi dalam perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika mengalami penurunan volume , meskipun berdasarkan nilai ekspor mengalami kenaikan
Berdasarkan dari aspek mutu Indonesia lebih dikenal sebagai sumber kopi yang murah, harga yang murah tersebut berhubungan dengan citra negatif dari kopi Indonesia yang bermutu rendah dibawah mutu kopi dari negara-negara lain terutama Brazil dan Columbia (Siswoputranto, 1993). Kopi ekspor Indonesia kalah bersaing dalam hal kualitas, Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan mutu antara lain kebijakan standarisasi dan pengawasan mutu kopi. Standarisasi mutu tersebut terus ditingkatkan, dan hasilnya adalah bahwa pangsa pasar kopi untuk mutu tinggi menjadi 11.65 % dan mutu sedang 70,8%. Sementara kopi yang berkualitas rendah turun menjadi 17,5%.
Perbandingan harga kopi dunia dengan harga kopi ekspor Indonesia, adanya perbedaan harga yang jauh dimana harga kopi Indonesia tertinggi hanya menyentuh harga 116,07 US cents/lb pada tahun 2007 dan harga kopi dunia sampai menyentuh harga 1291,97 US cents/lb, perbedaan harga yang jauh inilah yang menjadi keunggulan dari kopi Indonesia. (Sumber : ICO Historical Statistic 2008 dan Statistika Indonesia 2008 )
Tejadinya fluktuasi kurs dollar terhadap  rupiah dalam kurun waktu 2001-2008, perkembangan kurs dollar yang terjadi pada kurun waktu tersebut dapat dibilang stabil pada level Rp 7.000-Rp 8000 dengan kurs yang stabil merupakan modal penting bagi ekspor kopi Indonesia. Kurs tertinggi pada kurun waktu 2001-2008 adalah pada tahun 2008 senilai Rp. 12.060 dan kurs terendah pada tahun 2002 senilai Rp.7.500.(Sumber : Statistik Keuangan Indonesia 2009).
 Pada tahun 2001 konsumsi kopi Amerika mengalami kenaikan paling tinggi yaitu sebesar 2.351.698 bags dimana pada tahun yang sama harga kopi internasional maupun harga kopi domestik mengalami penurunan sebesar 18,65 untuk harga kopi internasional dan 392,5 dollar untuk harga kopi domestik. Perkembangan konsumsi Amerika mulai tahun 2002 dengan perkembangan harga kopi dunia tidak sama , harga kopi dunia mulai tahun 2002 sampai 2008 mengalami kenaikan tiap tahunnya sedangkan konsumsi kopi Amerika berfluktuatif hal ini sama dengan perkembangan harga kopi domestik . (Sumber : International Coffee Organization (ICO))
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kopi produksi Indonesia merupakan komoditas yang mempunyai daya saing yang tinggi dengan komoditas kopi luar negeri dan mempunyai potensi untuk menambah devisa negara, sehingga peneliti ingin Menganalisis pengaruh harga kopi dunia, harga kopi domestik, kurs,pendapatan perkapita Amerika maupun konsumsi kopi Amerika terhadap volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika.
Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir, membuka secara resmi the 1st Investment Summit Indonesia – Kolombia, Senin (14/9), yang dihadiri oleh sekitar 80 pengusaha Indonesia dan Kolombia yang berskala nasional dan internasional. 
Penyelenggaran Investment Summit yang merupakan kolaborasi antara KADIN Indonesia dengan Kedutaan Besar Kolombia di Jakarta dan Pro Colombia ini adalah implementasi dari Memorandum of Understanding between the Colombian Confederation of Chamber of Commerce (CONFECAMARAS) and the Indonesian Chamber of Commerce and Industry, yang ditandatangani pada bulan April 2015. 
Juan Carloz Gonzalez, salah satu dari 10 pengusaha terkaya di dunia yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Pro Colombia, memimpin delegasi bisnis Kolombia yang antara lain terdiri dari Organizacion Sanitas International (sektor farmasi, rumah sakit, farmasi dan investment capital), Amtex (zat kimia turunan selulosa/carboxymethyl cellulose), Fundacion Cardiovascular (investor di sektor rumah sakit), Prodegan (bidang makanan hewan) dan Etec (jasa pengolahan air).
Investor Kolombia telah menyatakan minatnya untuk diversifikasi investasi di Indonesia, tidak saja sektor minyak, namun juga infrastruktur, energi, kesehatan dan sanitasi. 
Dalam sambutannya, Wamenlu Fachir menyampaikan bahwa kerja sama bisnis dengan Indonesia merupakan keputusan (komunitas bisnis) Kolombia yang benar-benar strategis dan tepat. 
“Kolombia, di sisi lain, merupakan mitra bisnis Indonesia yang semakin berkembang. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 4%, dan lokasinya strategis, Kolombia menjadi entry point bagi pengusaha Indonesia ke pasar Amerika Latin yang lebih luas, melalui Aliansi Pasifik,” kata Wamenlu Fachir. 
Pernyataan tersebut didukung dengan fakta bahwa Kolombia memiliki kerja sama perdagangan dengan 45 negara dan pasar 1,5 miliar konsumen yang potensial, yang mengukuhkannya sebagai untapped market bagi Indonesia. Investasi Kolombia di dunia meningkat dan Kolombia menjadi investor ke-4 terbesar di dunia (UNCTAD 2014). Secara lebih luas, Kolombia juga merupakan anggota Aliansi Pasifik, kelompok ekonomi ke-6 terbesar di dunia yang beranggotakan Kolombia, Chile, Peru dan Meksiko. Secara agregat Aliansi Pasifik memegang 37% GDP dari seluruh kawasan Amerika Lain, 50% ekspor kawasan serta pasar 200 juta konsumen. 
Setelah Investment Summit, dalam rangka diplomasi ekonomi dan meningkatkan kerja sama perdagangan RI-Kolombia, Kemlu bekerja sama dengan Kadin akan menyelenggarakan misi dagang kadin Indonesia ke Kolombia pada paruh kedua 2015. 
Perdagangan bilateral RI-Kolombia walaupun berfluktuasi dari tahun ke tahun tetap mencatat surplus bagi pihak RI. Tahun 2010 perdagangan bilateral keduanya tercatat US$ 149,6 juta, 2013 tercatat 147,8 juta dan 2014 tercatat 154,4 juta. Komoditi ekspor Indonesia yang berpotensi di pasar Kolombia antara lain adalah alas kaki, elektronik, benang tekstil, minyak kelapa sawit, karet, peralatan mesin kantor, kertas dan kertas karton. (Dit. Amselkar/Infomed)

 Anggota:
Cindyta Meidiana
Dwi Fajar wati
Shifa Baity
 Refrensi:
 https://www.academia.edu/12659410/ANALISIS_DAN_PEMBAHASAN_MAKALAH_EKSPOR_KOPI

Polandia Jadi Pintu Ekspor Indonesia ke Eropa Tengah

WARSAWA. Kunjungan delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Perindustrian Saleh Husin ke Polandia membuahkan beberapa kesepakatan dan hasil konkret. Di antaranya, kedua negara bekerja sama dalam perdagangan ekspor-impor, pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan serta teknologi.
“Pertama yang menggembirakan adalah Polandia membuka peluang kita untuk memanfaatkan pelabuhan mereka menjadi pintu masuknya produk Indonesia ke Eropa Tengah dan kawasan Eropa lainnya. Ini diharapkan meningkatkan ekspor andalan kita seperti minyak kelapa sawit atau crued palm oil/CPO,” kata Menperin di Warsawa, Polandia, usai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dengan Kementerian Perekonomian Republik Polandia di Warsawa, Polandia, Kamis (10/9/2015).
Dari pihak Polandia, pejabat yang melakukan penandatanganan ialah Menteri Perekonomian sekaligus Wakil Perdana Menteri  Polandia, Janusz Piechocinski. Nota kesepahaman itu mencakup pengembangan industri kimia, kedigantaraan dan maritim, suku cadang dan komponen, industri permesinan khususnya untuk pertambangan dan pemadam kebakaran, industri baja khusus, pengolahan makanan dan industri alat kesehatan.
Hasil penting yang kedua, pemerintah Polandia membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mengekspor produk tekstil dan komoditas lainnya. Selain itu menjalin kerja sama industri dan investasi. “Akhir September nanti, sekitar 20 pengusaha terkemuka Polandia akan berkunjung ke Indonesia,” ujar Saleh.
Ketiga, terjalin kemitraan di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Alstom Power dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Perusahaan multinasional yang kondang dalam rekayasa teknologi itu memberikan peluang kepada sekitar 20 mahasiswa ITB untuk belajar dan bekerja (magang) di pabrik produsen turbin pembangkit listrik milik Alstom.
“Penandatangan memorandum of understanding-nya akan dilakukan di Bandung sekitar akhir September atau awal Oktober mendatang. Pihak Alstom yang akan datang ke Indonesia, mereka sangat serius dan ini kesempatan emas bagi kita,” ungkap Dubes RI untuk Polandia, Peter Frans Gontha yang mendampingi Menperin pada kunjungan kerja ini.
Menurutnya, peningkatan kerja sama dengan Polandia di saat ini merupakan momentum yang tepat lantaran negara ini tengah berkembang pesat baik di bidang ekonomi maupun penguasaan teknologi.
“Jadi kunjungan Pak Menteri Perindustrian ini memiliki sekaligus dua arti penting. Kita tawarkan investasi bagi mereka untuk menggarap sektor industri manufaktur seperti galangan kapal, pembangkit listrik dan lain-lain di Indonesia. Sebaliknya ini juga penjajakan bagi pengusaha Indonesia untuk ekspansi ke Polandia, salah satunya masuk ke industri pariwisata,” ujar Gontha yang juga mengungkapkan Polandia merupakan salah satu dari sedikit negara Eropa yang pertumbuhan ekonomi tetap melaju di saat negara di Benua Biru lainnya mengalami konstraksi.
Aktivitas industri Polandia yang pesat juga membutuhkan bahan baku yang dihasilkan oleh Indonesia. Salah satunya ialah industri makanan minuman yang kebutuhan minyak nabatinya dapat dipenuhi oleh CPO asal Indonesia.
INVESTASI INFRASTRUKTUR LISTRIK DAN MARITIM
Image result for polandia
Selain menggelar pertemuan dengan pejabat pemerintahan, Menperin juga mengunjungi pusat-pusat industri seperti produsen komponen pembangkit listrik dan perkapalan.
“Indonesia ingin menarik investasi dari Polandia dan mempererat kerja sama. Kita yang sedang memacu infrastruktur seperti listrik dapat menggandeng Alstom Power sebagai produsen turbin pembangkit listrik,” katanya. Salah satu opsinya, menurut Menperin, produsen turbin di Indonesia dapat menjalin kemitraan baik dalam investasi maupun produksi bersama atau joint production.
Sejauh ini, menurut data Kemenperin, terdapat 3 perusahaan di Indonesia yang sudah dapat memproduksi turbin berkapasitas hingga 27 MW, dua perusahaan generator hingga 10 MW, sepuluh perusahaan boiler sampai 660 MW.
Sementara itu, industri galangan kapal nasional dapat menjalin kemitraan dengan galangan kapal Polandia yang dikenal kompetitif dalam hal biaya produksi dibanding negara produsen kapal di Eropa lainnya namun tetap berkualitas.
“Salah satu keunggulan industri maritim Polandia adalah dukungan sektor pendidikan melalui Gdynia Maritime University. Ini bisa menjadi ide menarik untuk diterapkan di Indonesia yaitu memperkuat kerja sama antara industri dengan program studi di perguruan tinggi yang berkorelasi dengan kemaritiman,” ujar Saleh Husin saat mengunjungi industri perkapalan di pelabuhan Gdynia, Gdansk.
Selain ke pabrik turbin Alstom di Elblag dan galangan kapal RS Nauta di Gdynia, delegasi Indonesia juga ke pusat reparasi kereta api cepat Alstom, dan bertemu dengan manajemen produsen persenjataan PGZ (Polish Arms Group). Menperin juga melihat dari dekat proses produksi alat kesehatan dan industri makanan minuman di pabrik Bakoma (BKZ Group).
Pada 2014, total neraca perdagangan Indonesia ke Polandia  untuk semua produk industri mengalami surplus sebesar USD 252,2 juta. Ekspor produk industri yang paling besar dari Indonesia ke Polandia adalah produk mesin elektronika, peralatan musik, dan perlengkapan TV dengan nilai USD 136,2 juta, selanjutnya produk karet dan barang sejenisnya dengan nilai USD 48,1 juta, serta produk sabun, lilin, semir, dan perawatan gigi dengan nilai 22,2 juta USD. Total nilai ekspor untuk semua produk industri sebesar USD 395,9 juta.
Selanjutnya, impor produk industri Polandia ke Indonesia yang paling besar pada tahun 2014 adalah produk susu, telur burung, madu, produk binatang dengan nilai USD 27,6 juta, lalu produk reaktor nuklir, boiler, mesin, serta komponen dengan nilai USD 20,4 juta, sedangkan produk mesin elektronika, peralatan musik, perlengkapan TV dengan nilai USD 16,5 juta. Total nilai impor untuk semua produk industri sebesar USD 143,8 juta.
 Kelompok : 
1. Cindyta Meidiana
2. Dwi Fajarwati
3. Shifa Baity

Referensi

Senin, 05 Juni 2017

Tulisan

UKM DALAM BIDANG GAMES DI INDONESIA

       Industri kreatif di Indonesia sedang happening , terutama dibidang kreatif permainan. Kreatif permainan sendiri pun belum terlalu banyak di Indonesia. Saya ambil contoh dari negara Amerika yang memiliki banyak publisher untuk industri permainan , saya melihat GDP Amerika dan yang membuat GDP Amerika besar salah satunya adalah di bidang kreatif permainan. Di Indonesia sekarang ini sedang mengalami pengembangan untuk era digital , dimana setiap orang yang memiliki ide kreatif dibidang digital khususnya permainan. 
Kreatif permainan sendiri pun sangat bergantung dengan kualitas sumber daya manusia. Dengan rendahnya presentase kreatif permainan di Indonesia , saya ingin menaikan kreatif permainan di indonesia dengan cara mempuat produk game. Yang saya akan buat adalah permainan platform android dan ios. Basis produk game yang akan saya buat mempunyai genre yang bermacam macam, contohnya adalah Advanture , indie puzzle , educational dll. Alasan saya memilih untuk memilih dibidang kreatif permainan Karena sekarang adalah zamannya digital , dimana setiap orang rata rata mempunyai smartphone dan bermain game di smartphone.
Yang akan saya lakukan adalah meminta kerja sama kepada teman teman saya yang memiliki pengetahuan cukup dibidang kreatif permainan. Tempat yang akan saya gunakan untuk memulai membuat game yaitu Rumah saya sendiri , Karena saya mempunyai komputer dan laptop yang memadai. Untuk harga produknya kita gratis dan bisa di download oleh semua pengguna smartphone android maupun ios di Indonesia maupun di luar Indonesia. Kami mengambil keuntungan dari iklan yang sudah di jasakan oleh android maupun ios. Cara kami mempromosikan produk kami dengan cara mengiklankan produk kami di layanan iklan google maupun apple untuk permainan dan juga saya akan mencari publisher lain untuk kerjasamanya saling memasarkan produknya satu sama lain. 
         4P
1.      Product
Product dengan basis game adventure , indie puzzle educational dll
2.      Place
Rumah saya sendiri
3.      Price
Free  dengan pemasukan dari iklan
4.      Promotion
Mengiklankan produk kami di layanan iklan google maupun apple untuk permainan dan juga saya akan mencari publisher lain untuk kerjasamanya saling memasarkan produknya satu sama lain.

Target pasar
Hal terpenting yang perlu dilakukan saat menentukan target pasar adalah membuat segmentasi pasar. Dalam pengertian sederhana, segmentasi pasar dapat diartikan sebagai pengelompokkan tertentu pelanggan potensial Anda berdasarkan kemiripan tertentu. Cara praktis menentukan target pasar adalah dengan memilih segmentasi pasar yang tepat. Berikut ini adalah langkah praktis yang bisa Anda lakukan untuk menentukan target pasar:

Pilih Lokasi yang Menjadi Target Pasar

Pertama adalah tentang geografis. Tentukanlah lokasi mana saja yang dijangkau oleh bisnis Anda. Ada banyak cara untuk menentukan lokasi yang akan menjadi target pasar. Misalnya berdasarkan kota, kabupaten, provinsi, atau bisa juga berdasarkan radius. Jangan mendefinisikan target lokasi terlalu umum atau luas. Kesalahan ini biasanya terjadi pada toko online yang hanya menyebutkan “Seluruh Indonesia” sebagai target pasarnya. Pemilihan lokasi target pasar tidak sama dengan lokasi mana yang dijangkau oleh kurir pengiriman barang Anda. Jika toko online Anda memang melayani pengiriman barang ke seluruh Indonesia, minimal buatlah prioritas lokasi yang Anda bidik. Membuat prioritas lokasi akan memudahkan Anda dalam membuat strategi pemasaran produk.

Tentukan Karakteristik Demografi Pelanggan

Setelah faktor geografi selanjutnya adalah demografi. Kelompokan pelanggan potensial Anda berdasarkan jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan faktor demografi lainnya. Anda tidak perlu menggunakan semua contoh di atas, yang penting sudah mendefiniskan siapa pelanggan potensial Anda.

Cari Tahu Bagaimana Psikologis Pelanggan

Segmentasi pasar berdasarkan faktor psikologis atau psikografis ini adalah segmentasi yang paling banyak ragamnya. Kepribadian, kebiasaan, sikap, dan cara pengambilan keputusan adalah beberapa faktor psikografis yang bisa menjadi segmentasi pasar tersendiri. Menargetkan anak-anak “alay” misalnya, itu adalah contoh segmentasi psikografis
    

Tokoh yang menginspirasi
       Tokoh yang menginspirasi saya untuk terjun ke dunia kreatif permainan adalah Shigeru Miyamoto. Beliau menurut saya adalah “Father of Modern Gaming” dengan gamenya yang berjudulMario dan Donkey Kong. Beliau adalah salah satu orang yang membuat  industry kreatif permainan menjadi popular didunia. Hasil karyanya telaah menginspirasi banyak orang termaksud saya.







Kelompok :
        Cindyta Meidiana ( 21216629 )
      Dwi Fajar Wati ( 22216182 )
        Shifa Baity N ( 27216007 )

REFERENSI :

PANDANGAN MENGENAI PROSPEK UKM INDUSTRI KREATIF INDONESIA UNTUK BERSAING DI ERA PERDAGANGAN BEBAS DAN GLOBALISASI



Setiap unit usaha tentu saja memiliki prospek masing-masing dalam era perdagangan bebas. Namun sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu kita bahas tentang UKM. UKM atau Usaha Kecil Menengah merupakan salah satu sector bisnis berskala kecil dengan kekayaan bersih maksimal Rp200.000.000,-. UKM menjadi peran yang sangat penting bagi penggerak perekonomian daerah dan negara tidak terkecuali di Indonesia. Dengan adanya UKM, maka akan membantu perekrutan SDM yang pada akhirnya akan mengurangi masalah pengangguran di Indonesia. Semakin banyak UKM, maka semakin kecil tingkat pengangguran di Indonesia, oleh karena itu, pemerintah seharusnya mendukung penuh UKM yang ada agar terus berkembang. Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sector ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di satu sisi akan menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapak dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi tantangan.

Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Usaha kecil di Indonesia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat dibangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan usaha menengah, usaha kecil pada umumnya membuat barng-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Implikasi dari sifat alami ini berbeda dengan usaha menengah dan usaha besar, usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas pemerintah.
Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek dari suatu usaha.
Kemitraan Usaha dan Masalahnya
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
  1. Inti Plasma,
merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
  1. Subkontrak,
merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
  1. Dagang Umum,
merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
  1. Keagenan,
merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
  1. Waralaba
merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.

Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Menghadapi persaingan bebas, usaha menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi kemampuan SDM, skala usaha dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses pasar. Dalam perjalanannya pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada pembinaan pengusaha kecil, sementara pembinaan terhadap usaha menengah seolah-olah terlupakan. Kebijakan pengembangan usaha bagi usaha menengah belum bersandar pada satu peraturan pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam aras pengembangan usaha, masih terdapat grey area dalam pengembangan usaha menengah
Salah satu strategi untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM. Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan dengan usaha kecil. Namun dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan yang dimilikinya, Usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini karena potensi teknologi dan sumberdaya manusianya jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil. Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang bersifat double squeze yaitu situasi yang  datang dari sisi internal berupa ketertinggalan produktivitas, efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari external pressure. Dengan adanya dua fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah masalah ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan menengah
Kelompok :
Cindyta Meidiana ( 21216629 )
      Dwi Fajar Wati ( 22216182 )
        Shifa Baity N ( 27216007 )
REFERENSI

PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA

Berbeda dengan periode Orde Lama, pada era Orde Baru, industri merupakan sektor prioritas utama. Untuk mendukung pembangunan industri nasional, pemerintah menganut dua strategi industrialisasi yang berbeda yang dijalankan secara berturut-turut, yakni diawali dengan substitusi impor dengan penekanan pada industri-industri padat karya seperti tekstil dan produk-produknya, seperti pakaian jadi (TPT), alas kaki, produk-produk dari kayu (khususnya kayu lapis), dan makanan serta minuman, dan dilanjutkan belakangan dengan pembangunan industri-industri perakitan otomotif, dan kemudian pada awal dekade 80-an bergeser secara bertahap ke promosi ekspor. Strategi kedua ini terfokus pada pengembangan industri-industri padat karya yang berorientasi ekspor.
Selama periode Orde Baru, ekonomi Indonesia telah mengalami suatu perubahan struktural yang besar dari suatu ekonomi dimana sektor pertanian memainkan suatu peran yang sangat dominan di dalam pembentukan/pertumbuhan PDB Indonesia ke suatu ekonomi dimana sumbangan PDB dari sektor tersebut menjadi sangat berkurang. Pada tahun 1965, kontribusi pertanian tercatat sekitar 56 persen dan tahun 1997 tinggal 16 persen dari PDB, atau hanya sepertiga dari pangsanya tahun 1965 (Gambar 2). Sementara itu industri manufaktur tumbuh sangat pesat pada kisaran 13 persen rata-rata per tahun selama periode 1975-97. Ini membuat pangsa PDB dari industri manufaktur naik dari sekitar 8 persen tahun 1965 melewati sektor pertanian tahun 1991, dan tahun 1995 menjadi sekitar 24 persen dari PDB Indonesia, tiga kali lebih besar dari pangsanya tahun 1965. Biasanya, sektor-sektor sekunder lainnya seperti konstruksi, transportasi, dan listrik, gas dan suplai air bersih, dan juga sektor-sektor tersier seperti keuangan dan jasa lainnya ikut berkembang mengikuti perkembangan industri, atau sektor-sektor sekunder (selain industri) dan tersier semakin penting dalam proses industrialisasi. Karena perkembangan industri dengan sendirinya menciptakan permintaan terhadap sektor-sektor non-primer tersebut. Perkembangan industri memerlukan infrastruktur seperti jalan-jalan raya, kompleks-kompleks industri dan gedung-gedung perkantoran, dan juga jasa-jasa keuangan dan penyewaan (lisensi). Sektor jasa juga menunjukkan suatu tren yang positif selama periode tersebut.

Perkembangan Industri Nasional

Image result for PERKEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA 
Tidak hanya karena pertumbuhan ekonominya yang pesat yang bisa berlangsung terus dalam suatu jangka waktu yang lama, tetapi juga karena pembangunan industrinya yang sangat pesat, Indonesia sempat masuk di dalam kelompok negara-negara Asia Tenggara dan Timur yang dijuluki “East Asian economic miracle.” (Hill, 1996). Bahkan di dalam kelompok ini yang termasuk Hong Kong, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Thailand dan Singapura, kemajuan ekonomi Indonesia pada saat itu dianggap sangat impresif terutama untuk pencapaian dalam pembangunan sektor industrinya. Juga, Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara penghasil minyak lainnya yang tergabung dalam negara-negara pengekspor minyak (Organisation of Petroleum Exporting Countries/OPEC) untuk kemajuan sektor industri manufakturnya. Bahkan selama periode 1980-an dan 1990-an, Indonesia sempat menjadi salah satu pemain kunci dalam sejumlah industri, dari minyak kelapa sawit ke TPT hingga elektornik (USAID dan SENADA, 2006). Jadi, dapat dikatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan output industri manufaktur yang pesat merupakan karakteristik utama dari ekonomi Indonesia selama era Orde Baru.
Sebelum era Orde Baru (1966), ekonomi Indonesia masuk ke dalam suatu periode stagnasi yakni pada saat mana praktis tidak ada pertumbuhan PDB dan output industri yang berarti yang dikombinasikan dengan meroketnya inflasi dan menurunnya pendapatan per kapita. Setelah Orde Lama diganti dengan Orde Baru, PDB mulai menunjukkan pertumbuhan yang pada awalnya hanya sekitar 5 persen rata-rata per tahun hingga jatuhnya harga minyak di pasar dunia pada tahun 1982, setelah itu mulai meningkat yang mencapai rata-rata 7 persen per tahun hingga 1997.
Pada awal Orde Baru, industri manufaktur relatif lambat berkembang. Misalnya, berdasarkan data BPS, nilai produksi industri manufaktur tahun 1969 tercatat hanya 1,42 miliar dollar AS. Salah satu faktor penghambat yang terpenting adalah devisa negara yang terbatas. Karena industri asli lokal masih sedikit, hampir semua jenis mesin harus diimpor. Kelangkaan devisa ini menyebabkan pemerintah harus mengadakan pengawasan ketat atas impor, dan pembatasan ini merupakan kendala serius bagi Indonesia untuk membangun industri-industri. Namun pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan output industri mulai membesar dan pada akhir tahun 1983, output manufaktur tercatat sekitar 7,84 miliar dollar AS.
Laju pertumbuhan output di industri manufaktur selalu lebih besar daripada pertumbuhan produksi di industri migas, yang membuat industri manufaktur mempunyai suatu pengaruh yang non-proporsional terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karenanya, ekonomi Indonesia bisa bergerak mengurangi tingkat ketergantungannya pada migas dan bisa tumbuh pesat walaupun output di sektor pertanian tumbuh dengan laju per tahun yang rendah.
Ada beberapa faktor yang memungkinkan pertumbuhan yang sangat pesat tersebut. Pertama, iklim ekonomi Indonesia pada akhir 1960-an telah mengalami perbaikan yang sangat berarti akibat kebijaksanaan stabilisasi, rekonstruksi dan rehabilisasi ekonomi yang langsung dilakukan oleh pemerintah Orde Baru setelah peralihan kekuasaan dari Orde Lama. Kedua, sejumlah tindakan konkrit yang dilakukan pemerintah Orde Baru yang bertujuan memberikan peluang yang lebih besar bagi kekuatan pasar melalui usaha menghilangkan kontrol ketat pemerintah pada zaman Orde Lama. Diantaranya adalah liberalisasi perdagangan internasional, khususnya melalui penghapusan berbagai pengawasan terhadap ekspor dan impor serta penghapusan system kurs devisa berganda yang rumit yang telah menjadi cirri kebijaksanaan ekonomi Orde Lama. Ketiga, perlakuan khusus yang sebelumnya dinikmati hanya oleh BUMN-BUMN (seperti subsidi) dikurangi. Keempat, dikeluarkannya undang-undang investasi yang menandakan mulainya era liberalisasi investasi di dalam negeri, yakni UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968). UU investasi ini bukan hanya memberikan peluang tetapi juga landasan hokum yang kuat bagi para investor asing dan domestik untuk menanamkan modal mereka di berbagai kegiatan produktif, termasuk sektor industri, di Indonesia. Kelima, akibat kekurangan besar akan berbagai macam barang jadi yang muncul dalam tahun-tahun terakhir rezim Orde Lama. Kondisi pasar seperti secara potensial menimbulkan permintaan yang sangat besar dan hal ini menjadi suatu perangsang bagi pertumbuhan industri di dalam negeri. Terutama bagi industri-industri yang selama Orde Lama beroperasi jauh di bawah tingkat optimal karena berbagai alasan seperti tidak tersedianya bahan-bahan baku, suku-suku cadang, dan komponen-komponen atau sulit mengimpor input-input tersebut akibat kekuarangan devisa, kondisi pasar yang demand-excess seperti ini adalah suatu kesempatan besar bagi industri-industri tersebut meningkatkan produksi mereka sesuai kapasitas terpasang mereka pada saat itu tanpa perlu investasi baru secara besar-besaran. Keenam, tersedianya devisa dalam jumlah yang banyak sesudah tahun 1998 akibat kenaikan yang pesat dari ekspor minyak bumi dan mineral-mineral non-minyak dan kayu gelondongan serta arus modal dari luar baik dalam bentuk bantuan luar negeri maupun PMA. Ketujuh, pola industrialisasi substitusi impor yang ditempuh pemerintah Orde Baru, yang memungkinkan pertumbuhan produksi dalam negeri terutama untuk barang-barang jadi
Memang pada awal era Orde Baru, pemerintah beralasan kuat untuk menganut kebijakan-kebijakan investasi dan perdagangan terbuka. Karena pada saat itu, pemerintahan Soeharto menyadari bahwa ini satu-satunya cara untuk menarik investasi dan bantuan pendanaan dari luar, khususnya dari dunia barat, yang sangat diperlukan untuk memulihkan kembali perekonomian nasional yang sudah sangat buruk peninggalan Orde Lama. Namun pada akhir 1970-an, pemerintah kembali ke regim proteksi dan memperbesar intervensi langsungnya, terutama menyangkut pembangunan industri. Paling tidak ada empat jalur lewat mana pemerintah melakukan intervensi pada era 80-an.
Produksi makanan dan kayu merupakan jenis-jenis kegiatan industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas negara-negara lain. Keunggulan komparatif Indonesia dalam produksi makanan dan kayu diantaranya adalah tenaga kerja yang murah dan membuat makanan dan produk-produk dari kayu adalah kegiatan-kegiatan industri padat karya, dan kaya SDA (pertanian dan hutan pohon yang luas). Tentu, dengan kemajuan teknologi saat ini, Indonesia juga harus mengembangkan keunggulan kompetitifnya seperti kualitas SDM dan teknologi untuk tetap unggul di pasar dunia untuk kedua jenis produk tersebut. Karena bukan tidak mungkin bahwa suatu saat sebuah negara kecil yang sedikit jumlah penduduknya (yang berarti upah tenaga kerja relatif lebih mahal daripada di Indonesia) dan miskin SDA (sehingga harus impor komoditi pertanian dan kayu) bisa menjadi unggul dalam ekspor produk-produk makanan dan kayu, karena negara tersebut memiliki SDM, menguasai teknologi paling akhir dalam produksi makanan dan kayu, dan memiliki jaringan pemasaran global yang luas.
Kelemahan industri Indonesia seperti juga di banyak NSB lainnya adalah masih lemahnya industri-industri pendukung mulai dari pembuatan mesin hingga sejumlah komponen untuk satu produk jadi seperti mobil. Karena pada umumnya sifat dari proses-proses produksi di kelompok industri-industri berat seperti pengolahan logam hingga mesin-mesin sangat kompleks dan memerlukan SDM dengan ketrampilan tinggi, teknologi, dan modal yang lebih tinggi dibandingkan industri-industri ringan, walaupun di dalam beberapa hal, proses produksi implosive di subsektor industri berat untuk jenis industri-industri enjiniring bisa dilakukan secara efisien dengan menggunakan teknologi yang relatif padat karya.
Secara keseluruhan, masih ada beberapa kelemahan yang bisa dilihat dari pembangunan industri nasional hingga saat ini. Pertama, seperti telah dijelaskan sebelumnya, walaupun selama tiga puluh tahun lebih sejak Indonesia memulai industrialisasi pada awal pemerintahan Orde Baru sempai sekarang, industri nasional telah mengalami perluasan struktur, bobotnya masih lebih berat pada kelompok industri ringan, khususnya barang-barang konsumsi ringan seperti makanan, minuman, tembakau, tekstil dan kayu. Selain itu, walaupun sepanjang periode tersebut banyak muncul industri-industri yang menghasilkan bahan-bahan baku dan penolong, sebagian besar dari NT yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut berasal dari cabang-cabang industri yang sifat dari pengolahan bahan-bahan bakunya tidak memerlukan suatu mata rantai yang panjang untuk langsung menjadi barang-barang jadi seperti tekstil atau tekstil menjadi pakaian jadi, dan kayu menjadi meubel dan kertas.
Kedua, sebagian besar cabang-cabang industri yang mengolah bahan-bahan baku dan penolong memiliki tahap-tahap produksi yang relatif pendek dan hanya mencakup proses implosive pada tahap-tahap paling akhir. Hal ini dapat dilihat dari data perdagangan internasional Indonesia menurut jenis industri yang menunjukkan tingginya kandungan impor dari produk-produk tersebut. Hingga saat ini sebagian besar dari cabang-cabang industri tersebut masih lebih bersifat sebagai industri-industri perakitan, terkecuali industri-industri pupuk, karet, kayu, semen dan pengilangan minyak.
Ketiga, walaupun ada perkembangan selama tiga dekade terakhir ini, kontribusi terhadap pembentukan NT dari industri manufaktur atau PDB pada tingkat lebih luas dari industri-industri dasar atau hulu seperti besi baja masih relatif kecil. Padahal, kemajuan pembangunan sektor industri atau peningkatan industrialisasi di suatu negara dicerminkan juga oleh peningkatan pangsa NT dari industri manufaktur atau PDB dari industri besi baja. Hal ini disebabkan belum berkembangnya industri-industri barang modal atau lainnya di dalam negeri yang memakai output dari industri besi baja sebagai inputnya. Dalam kata lain keterkaitan produksi domestik dari industri besi baja ke depan dengan industri-industri tengah masih lemah: industri-industri hilir yang memerlukan mesin atau komponen atau barang lainnya berbahan baku besi atau baja masih impor dari luar, sementara output dari industri besi baja di Indonesia langsung di ekspor shingga tidak menghasilkan NT yang berarti di dalam negeri.
Keempat, secara umum, ketergantungan impor dari industri nasional masih sangat tinggi, terutama kelompok industri-industri tengah yang membuat bahan-bahan baku dan penolong, barang-barang modal dan alat-alat produksi, dan kelompok industri-industri hilir, khususnya barang-barang konsumsi tahan lama. Akibatnya sumbangan NT dari industri-industri tersebut masih relatif kecil; walaupun untuk industri-industri tertentu ada kenaikan selama tiga dekade terakhir ini. Salah satu penyebabnya adalah bahwa sebagian besar dari industri-industri tersebut masih bersifat perakitan, dan industri-industri penunjang belum berkembang baik.

Kelompok :
Cindyta Meidiana ( 21216629 )
     Dwi Fajar Wati ( 22216182 ) 
     Shifa Baity N ( 27216007 )


referensi :