MODEL PERLINDUNGAN HUM KONSUMEN
TERHADAP
PERIKLANAN SURAT KABAR
(STUDI KASUS SURAT KABAR LOKAL
DI SURAKARTA)
Muhammad Khoiruman
STIE
AUB Surakarta
Khoiruman-stieaub@yahoo.com
Abstract
The position of consumers against employers
can be fairly weak in world trade. Normatively, the rights of consumers in
industrial relations are protected by the Act. One of the rights owned by the
consumer is going to the correct information Rights. But the world of business
through advertising service, not infrequently making misleading information and
does not provide full information to consumers. The protection of consumers
from advertisements in the newspaper had been accommodated in Law No:
8/1999 on Consumer Protection, Law
No: 40/1999 on PERS, Act No: 7 th 1196 On Food and PP 69 on Food Label and
Advertisement. In this study, a lot of ads that aired in newspapers,
notwithstanding the provisions of existing law. As for the legal protection for
consumers is: The formation of laws advertising, the establishment clause of
censor print media advertising, the establishment clause which obliges to
publicly misleading advertising to the general public, the establishment of the
chapter on standardization of formats of advertisements in newspapers and the
increasing role of institutions consumer protection NGOs.
Keywords:
advertising astray, legal protection of consumers, advertising
Abstrak
Posisi konsumen terhadap pengusaha bisa terbilang lemah dalam
dunia perdagangan. Secara normatif, hak hak konsumen dalam hubungan industri
dilindungi oleh Undang Undang. Salah satu hak yang dimiliki konsumen adalah Hak
akan informasi yang benar. Namun dunia usaha melalui jasa periklanan, tidak
jarang membuat informasi yang menyesatkan dan tidak memberikan informasi yang
utuh kepada konsumen. Perlindungan terhadap konsumen dari iklan di surat kabar
sudah terakomodasi dalam UU
No:
8/1999 tentang Perlindungan konsumen, UU No: 40/1999 tentang PERS, UU No:7 th
1196 Tentang Pangan, dan PP No.69 tentang Label dan Iklan Pangan.
Dalam penelitian ini, banyak iklan yang ditayangkan di surat kabar menyimpang
dari ketentuan perundangan yang berlaku. Adapun perlindungan hukum bagi
konsumen adalah : Pembentukan undang-undang periklanan, penetapan pasal tentang
badan sensor iklan media cetak, penetapan pasal yang mewajibkan untuk
mengumumkan secara terbuka iklan yang menyesatkan kepada masyarakat luas,
penetapan pasal tentang standarisasi
format iklan di surat kabar dan peningkatan peran lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat.
Kata Kunci : iklan sesat,
perlindungan hukum konsumen, periklanan
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
pasal 4 menyebutkan adanya Hak atas informasi.Yang merupakan adalah salah satu
dari sekian banyak hak-hak yang dimiliki konsumen. Hak akan informasi terhadap
barang atau jasa amat penting bagi konsumen, karena selama ini kedudukan
konsumen yang lemah terhadap dunia usaha
Kemajun teknologi dan indormasi merubah wajah indsutri, karena
muncul azas efisiensi dalam rangka produksi barang dan jasa. Kemajuan ini
membantu dunia usaha mencapai target laba yang diinginkan. Namun pada dasarnya,
keduanya memiliki keterkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan para
konsumen, maka konsumenlah yang pada umumnya akan
merasakan
dampaknya.
Kebutuhan akan informasi, menurut Troelstrup, pada saat ini
lebih dibutuhkan dibandingkan lima puluh tahun lalu, hal ini dikarenakan produk
dan jenis barang lebih bervarian, sehingga
meningkat
daya beli masyarakat. terlebih dewasa ini, perkembangan teknologi dan informasi
berkembang amat pesat, sehingga lebih mudah mengakses pasar yang lebih luas,
hal ini tentu menumbuhkan segmentasi yang beragam bagi produsen ataupun
penjual.
Iklan (advertising) merupakan salah satu bentuk penyampaian
informasi mengenai segala sesuatu yang bernilai, termasuk barang dan/atau jasa
dari pelaku usaha kepada konsumennya. Dalam hal ini kedudukan Iklan sangat
penting dalam membantu memperkkenalkan produk atau jasa yang ditawarakan kepada
konsumen. Masyarakat sebagai konsumen, pada dasarnya memiliki hak untuk
mendapatkan informasi yang benar dan lengkap mengenai barang dan/atau jasa yang
ditawarkan.
Iklan pada dasarnya
dapat disampaikan di antaranya melalui media cetak (surat kabar, brosur,
majalah, poster, leaflet, dan sebagainya), media elektronik baik media audio
maupun audio visual (radio, televisi, film, video dan sebagainya), media luar
ruang (billboard, neon sign, spanduk, dan bentuk yang lainya sebagainya), dan
lain-lain. Dalam hal ini, Peran media amatlah strategis bagi perkembangan
periklanan. Salah satu perkembangan Iklan yang cukup pesat adalah surat kabar
cetak. Koran sebagai salah satu media periklanan merupakan sarana
penyampaian
informasi yang popular di memasyarakat.
Para Pelaku usaha dalam kegiatan mengiklankan produknya di
media cetak atau elektronik haruslah tetap mempunyai itikad yang baik. Adapun,
jika terjadi kasus konsumen yang dirugikan akibat produk yang tidak sesuai
dengan periklanan. Dengan demikian, bagi para konsumen, perlu ada semacam perlindungan
terhadap iklan iklan yang menyesatkan. Dalam hal ini posisi konsumen cukup
lemah terhadap pelaku usaha, karena dalam proses produksi barang maupun jasa,
konsumen tidak dilibatkan.
Media sebagai perantara antara pelaku usaha dan konsumen,
dihadapkan pada dua hal antara memenuhi kebutuhan sumber pendapat atau memenuhi
hak bagi konsumen untuk menerima kebenaran akan informasi yang ia dapat. Dalam
hal in, Media dapat sebagai gate keeper
bisa bsersikap lebih selektif terhadap informasi yang tidak benar dari produk
atau jasa yang diiklankan, adapun iklan yang berisi kesesatan apabila
ditayangkan, tentunya akan menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimanakah perlindungan hukum konsumen terhadap iklan menyesatkan di surat
kabar?
b.
Seberapa jauh iklan di surat kabar sesuai dengan perundangan yang memberikan
perlindungan hukum bagi konsumen ?
c.
Bagaimana model periklanan surat kabar dalam perspektif perlindungan konsumen?
Pembahasan
1.
Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap
Iklan Menyesatkan di Surat Kabar
Point penting Perlindungan atas kepentingan konsumen adalah
kenyataan bahwa pada umumnya para konsumen selalu berada dipihak yang
dirugikan. Iklan merupakan bentuk promosi dari Produsen kepada Konsumen tentang
karakteristik dan spesifikasi barang atau jasa yang ditawarkan. Namun pelaku
usaha membuat sebuah iklan yang disajikan tanpa memberikan
informasi
utuh mengenai produk barang atau jasa yang bersangkutan, sehingga menimbulkan
kesesatan informasi bagi konsumen.
Iklan yang menyesatkan yang merupakan bagian dari praktek bisnis tidak sehat. Sungguhpun begitu,
di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat, Australia,dan New Zealand.
Belum ada rumusan yang baku mengenai apa yang dimaksud dengan Iklan yang
menyesatkan. Sungguhpun begitu
tetapi dalam The FTC’s Deception Policy
Statement dijelaskan bahwa :
“An Ad is
deceptive if it contains a statement – or omits information – that:
a. is likely to
mislead consumers acting reasonably under the circumstances; and
b. is “material” – that is important to a consumer’s decision to buy or use the
product”.
Milton Handler berpendapat, Iklan Menyesatkan (False
Advertising) adalah “jika representasi tentang fakta yang
disajikan dalam iklan adalah keliru. Rayuan dan bujukan yang terepresentasi
dalam iklan mengenai barang maupun jasa, pada dasarnya dibuat dengan tindakan curang
untuk menipu konsumen.
Undang-undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) di Indonesiapun tidak merumuskan dengan tegas pengertian iklan
menyesatkan, namun dalam Pasal 10 Bab IV tentang Perbuatan yang Dilarang Bagi
Pelaku Usaha, meneegaskan: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan. Mempromosikan,
mengiklankan atau membuat penyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; Kegunaan suatu barang dan/atau
jasa; Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa; Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa”
Pengaturan mengenai perlindungan
konsumen dari Iklan yang menyesatkan, sungguhpun tidak terumus secara
normative. Namun dapat dilacak dalam peraturan perundangan lainya yang memiliki
keterkaitan, yaitu :
2. UU
Pers,
UU Pers pada dasarnya tidak mengatur
secara tegas mengenai iklan yang menyesatkan. Hanya saja, dalam Pasal 13 UU
Pers terdapat ketentuan mengenai larangan muatan iklan bagi perusahaan
periklanan yang dimasukkan dalam Bab IV mengenai perusahaan pers, dijelaskan
bahwa perusaaan Pers dilarang mengiklankan :
a.
Yang
berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau menganggu kerukunan hidup
antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b.
Minuman
keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c.
Peragaan
wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Rumusan yang ada memang terlalu abstrak dan general. Dalam
hal ini Pasal 13 UU Pers ini adalah, masih sangat terbatasnya materi/muatan
iklan yang diatur, belum mencakup larangan terhadap materi informasi iklan yang
dapat menyesatkan konsumen. Sehingga patut dipertimbangkan, untuk memasukkan
larangan terhadap materi informasi iklan menyesatkan tersebut pada
penyempurnaan UU Pers di masa yang akan datang.
3. UU
Perlindungan Konsumen,
Kelahiran UUPK membawa angin baru dalam perlindungan kepada
konsumen. UPK mampu mengatasi kelemahan yang terdapat di luar UUPK, termasuk
aspek hukum publiknya telah dapat diatasi.
Ketentuan- ketentuan tentang tujuan, hak dan kewajiban,
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, ketentuan tentang pencantuman
klausula baku tanggungjawab pelaku usaha,
pembinaan
dan pengawasan, tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, dan Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, diharapkan dapat memberikan perlindungan
yang memadai bagi konsumen, serta menciptakan kemandirian konsumen dalam
bertransaksi dengan pelaku usaha. Pada dasarnya, UUPK merupakan ketentuan
khusus (lex specialis) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
telah ada sebelum UUPK. Namun ketentuan di luar UUPK tetap berlaku sepanjang
tidak diatur secara khusus dalam UUPK atau tidak bertentangan dengan UUPK
Seusia dengan Pasal 64 Bab XIV tentang ketentuan peralihan.
Ketentuan khusus dalam UUPK, pada dasarnya bertujuan
mengantikan atau menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang terdapat di luar UUPK.
Misalnya, ketentuan mengenai pembuktian kesalahan dalam Pasal 1865 KUH Perdata
yang meletakkan beban pembuktian kepada konsumen, diganti dengan asas
pembuktian terbalik dalam Pasal 22, dan Pasal 28 UUPK, yang meletakkan beban
pembuktian kepada pelaku usaha.
Mengenai ketentuan tentang Periklanan, UUPK hanya memuat
bersamaan dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaiti
dalam Pasal 9, 10, 12, 13, 17 dan Pasal 20 UUPK. Larangan larangan dalam pasal
tersebut berlaku bagi para pihak yang terlibat dalam proses pembuatan
periklanan, yaitu perusahaan pengiklan, media massa, baik elektronik
maupun non-elektronik. Secara
bersamaan, mereka bertanggungjawab dalam mencegah terjadinya informasi yang
menyipang dari sebuah iklan.
4. UU
No.7 Tahun 1966 tentang Pangan, PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan serta Etika Pariwara Indonesia
Informasi yang terdapat pada label pangan, atau melalui
iklan sangat diperlukan bagi masyarakat. Hal ini tidak lepas, konsumen bisa secara
tepat memilih, membeli, dan mengkonsumsi makanan. Informasi yang salah bisa
berdampak terhadap kesehatan para konsumen. Merespon tindak lanjut dari
ketentuan Pasal 35 UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan maka pemerintah merasa
berkepentingan untuk mengeluarkan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan, sebagai ketentuan khusus dari UU tersebut.
Pasal 1 huruf 4 PP No. 69 tahun 1999 mendefinisikan iklan
pangan sebagai setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk
gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk
pemasaran dan atau perdagangan pangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai iklan makanan terdapat dalam
Pasal 44 sampai Pasal 58 PP No. 69 tahun 1999. Ketentuan tentang kewajiban
periklanan dapat diringkas sebagai
berikut :
a.
Iklan yang memuat keterangan tentang
telah terpenuhinya persyaratan agama atau kepercayaan (Pasal 46 PP 69 tahun
1999);
b.
Iklan yang memuat keterangan atau
pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera
memberikan kekuatan (Pasal 50 PP 69 tahun 1999);
c.
Iklan yang memuat pernyataan atau
keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat (Pasal
53 PP 69 tahun 1999);
d.
Iklan tentang pangan yang terbuat
dari bahan setengah jadi atau bahan jadi yang dinyatakan bahwa pangan tersebut terbuat
dari bahan yang segar (Pasal 55 PP 69 tahun 1999)
e.
Iklan yang memuat pernyataan atau
keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat
penambah gizi lainnya sepanjang hal tersebut benar (Pasal 56 PP 69 tahun 1999).
f.
Seberapa jauh iklan di surat kabar
sesuai dengan perundangan yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen- Studi
kasus Solopos.
Solo Pos adalah salah satu media iklan di Solo Raya, selain
Solopos, di Soloraya terdapat media iklan serupa semacam koran Joglo Semar, Jawa Pos dengan
radar Solo-nya, Suara Merdeka dan surat kabar nasional lainya. Mereka bersaing
untuk mendapatkan klien, karena memang salah satu pendapatan bagi Media dewasa
ini adalah menggantungkan kepada Iklan.
Media sebesar Solopos, tentu tidak sekali dua kali
mendapatkan complain dengan adanya penyesatan informasi dari iklan yang mereka
tampilkan. Ada beberapa Iklan yang ditampilkan, yang menunjukan indikasi adanya
penyesatan informasi, diantaranya :
a.Penyesatan dalam promosi barang dan/atau jasa dengan cara
melebih-lebihkan (puffery) kualitas, dan sifat suatu produk, dengan membuat
persepsi produk. Hal ini terjadi pada Iklan “ALBI GURAA” herbal batuk reaksi
cepat pada Koran Harian Solo Pos tanggal 19 November 2011. Iklan tersebut
memberi informasi tentang keunggulanya menyembuhkan berbagai macam penyakit,
dan produk mereka sudah bisa teruji. Namun
Iklan menonjolkan klaim-klaim semata tanpa disertai pembuktian konkret,
merupakan salah satu bentuk penyesatan informasi.
b. Iklan “AFIS SUSU KEDELAI PLUS ROSELLA” yang dimuat di
Harian Solo Pos tanggal 8 Oktober 2011. Iklan tersebut sekedar memberi informasi
bahwa “produk aman bagi lambung” tanpa ada dukungan atas klaim tersebut. namun
tanpa diserta dengan sebuah bukti yang konkrit, iklan ini termasuk penyesatan
infomasi.
c.Iklan PT.SOLO INDONESIA UTAMA” yang dimuat di Solo Pos
tanggal 24 Desember 2011 yang memberikan
informasi bahwa untuk pembelia New Karimun Estilo hanya dengan besaran uang
muka 5 Juta, dan 10 juta sebagai uang angsruan pembelian Suzuki Splash.
Informasi harga barang yang tertera tidak jelas, penggunaan 5 jutaan hanya
sebagai pembulatan, tanpa diketahui nilai pastinya. Hal ini menimbulkan bias
tafisr yang membingungkan konsumen.
d. Iklan XL yang dimuat di Solo Pos pada 8 November 2011.
Iklan ini mengabarkan bahwa pelanggarn akan menerima“gratis 10.000 SMS seharian
kesemua operator setelah SMS Rp 400”. Bentuk Iklan yang demikian, merupakan
bentuk iklan yang dilarang dalam Etika Pariwara, karena menggunakan
istilah “gratis”. Kata “gratis” atau
kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila pada
kenyataanya konsumen harus membayar biaya lain.
Keempat contoh diatas, membuktikan adanya kesimpangsiuran
dalam memberikan informasi yang tidak utuh terhadap konsumen. Hal ini tentu
bertentangan dengan Hak mendapatkan Ha katas informasi yang benar, sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Yusuf Sofie mengungkapkan, bahwa membahas norma etik, hukum
dan tanggung jawab dalam periklanan bukanlah hal yang mudah dengan dasar dua
pertimbangan. Pertama, kegiatana
periklanan merupakan kegiatan yang melibatkan banyak pelaku ekonomi. Disarming
itu juga melibatkan konsumen dalam jangkauan yang cukup luas. Kedua, masalah periklanan sendiri dalam
pembidangan hukum di Indonesia lebih banyak dikelompokkan dalam bidang hukum
administrasi negara, khususnya kelompok hukum pers, yaitu UU Pers no 40 tahun
1999.
UU Pers tidak mengatur tentang periklanan secara spesifik,
hanya dalam pasal terntentu melarang disajikan konten. Semacam pelarangan
tentang zat akditif. Wahyu Widodo selaku Manajer Periklanan Solo Pos
menjelaskan , pasal 13 undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 yang dijadikan dasar
oleh manajemen Solo Pos untuk menyaring iklan yang akan dimuat di Solo Pos,
sehingga diharapkan informasi produk yang diiklankan tidak akan merugikan
public.
2. Model
Periklanan Surat Kabar dalam Perspektif Perlindungan Konsumen
Asumsi bahwa Konsumen selalu berada dalam pihak yang
dirugikan, menjadi satu alasan untuk memberikan proteksi terhadap kepentingan
konsumen dalam sebuah kegiatan bisnis. Ketatnya kompetisi bisnis memicu para
pelaku usaha untuk menerapkan cara-cara pemasaran yang kreatif, yang kadang
sadar atau tidak sadar merugikan konsumen. Misalnya dengan cara iklan yang
menggunakan promosi yang bias tafsir, menonjolkan kekurangan, sampai memberikan
informasi yang tidak utuh.
Konsumen sebagai pihak yang tidak mengetahui proses
produksi, terkadang kurang jeli dalam melihat rayuan dalam Iklan, sehingga mereka
terbujuk rayuan, dan terbuka kemungkinan terjaddi kerugian, baik dikarenakan
bagi konsumen karena ketidakmengertian informasi. Dalam Perlindungan terhadap kepentingan konsumen
dari Iklan Iklan yang merugikan, dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai
berikut :
a. Pembentukan Undang-Undang Periklanan
Undang-undang
yang mengatur periklanan secara normative belum diatur khusus di Indonesia. Padahal hal ini cukup urgent untuk membentuk etika dalam
beriklan, sekaligus melindungi kepentinga konsumen dari iklan iklan yang
bertentangan dengan norma noram yang berlaku dalam masyarakat.
Pengaturan
tentang Iklan di Indonesia masih menginduk kepada Etika Pariwara Indonesia dan
pasal dalam undang-undang lain yang mengatur tentang periklanan. Secara
sederhana, swakramawi dalam industri periklanan mendasarkan dirinya pada
keyakinan bahwa: “suatu etika periklanan akan lebih efektif justru kalau ia
disusun, disepakati, dan ditegakkan olehpara pelakunya sendiri”.
Secara
sederhana, swakramawi dalam industri periklanan mendasarkan dirinya pada
keyakinan bahwa: “suatu etika periklanan akan lebih efektif justru kalau ia
disusun, disepakati, dan ditegakkan olehpara pelakunya sendiri”.
Dalam
kitab Etika Pariwara Indonesia, disebutkan 4 (empat) alasan utama penerapan asas
swakramawi tersebut:
(i)
Swakrama menyiratkankepercayaan yang
amat besar dari industri periklanan kepada para pelakunya. Kepercayaan ini
selanjutnya diyakini akan memberi mereka dorongan naluriah yang luar bisaa
untuk senantiasa berperilaku yang sesuai dengan lingkungan sosial-budaya
mereka.
(ii)
Sebagai bagian dari masyarakat,
penerapan swakrama pada komunitas periklanan akan sangat membantu dalam menegakkan
sendi-sendi peradaban dalam kehidupan bermasyarakat.
(iii)
Swakrama dapatmeniadakan –
setidaknya meminimalkan – campur tangan dari mereka yang kurang memahami
periklanan, termasuk pamong (government) atau para penegak hukum, yang justru
dapat menghambat perkembangan industri periklanan.
(iv)
Dari aspek hak asasi dan demokrasi,
ia juga merupakan wujud dari kebebasan berpendapat dari komunitas periklanan
kepada pihak-pihak lain.
Etika
Swatantra meski memberi azas azas dalam mengatur periklanan, namun memiliki
kelemahan, Pertama.tidak adanya
sanski yang mengatur, sehingga bisa dianggap Etika Swatantra tidak cukup
‘galak’ untuk mengatur tentang Periklanan di Indonesia. Kedua, kenyataanya banyak perusahaan periklanan yang tidak belum
mengikuti EPI (Etika Pariwara Indonesia)
Urgensi
lainya yang melatarbelakangi perlunya pengaturan khusus tentang periklanan
adalah Ketiadaan lembaga yang terintegritas untuk mengatur periklanan. Komisi
Pengawas Penyiaran Indonesia (KPPI) hingga Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat yang belum sebenarnya menjalankan fungsinya secara optimal.
Meskipun sudah didukung dengan UU penyiaran No. 32 Tahun 2002, UU No. 8 Tahun
1999 Perlindungan Konsumen.
b.
Penetapan Badan
Sensor Iklan Media Cetak
Industrialisasi yang cukup pesat,
disatu sisi membuat perekonomian tumbuh pesat. Dunia Usaha sebagai bagian dar
industry, memiliki kepentingan dalam memanfaatkan kemajuan perekonomian. Dengan
memanfaatkan Iklan, Perusahaan menngkatkan penjualan barang daganganya, hal ini
yang membuat banyak perusahaan berlomba lomba membuat iklan sekreatif mungkin.
Sungguhpun begitu, Iklan Iklan yang memberi informasi yang menyesatkan, memberi
kerugian bagi para konsumen.
Informasi menyesatkan yang diberikan
sebuah iklan seharusnya tidak bisa lolos untuk dinikmati konsumen lewat berbagi
media, untuk itu iklan di setiap media harusnya melewati sebuah filter yang
ketat sebelum tayang untuk diinformasikan kepada masyarakat sebagai calon
konsumen barang dan atau jasa. Namun hal ini tidak dapat berjalan, karena tidak
ada lembaga yang berwenang melakukan penyensoran sebuah iklan, kecuali di
industry pertelevisian. Untuk iklan di media televise, iklan yang akan
ditayangkan selalu meminta persyaratan kepada distributor, produser dari luar
stasiun ataupun bagian akuisisinya, untuk melengkapai dokumen penyiaran setiap
program dan iklan yang akan disiarkan dari lembaga dari lembaga sensor film,
sensor iklan televisi di Indonesia dilakukan oleh Badan Sensor Film Indonesia.
Hal tersebut tidak terjadi pada
iklan iklan yang ada dalam media massa cetak, yang tirasnya cukup menjangkau.
Serta mampu menjangkau di wilayah yang media semacam televise pun tidak bisa
menjangkau, semacam di pedesaan terpencil. Bagi media periklanan versi cetak,
ketiadaan lembaga yang berfungsi sebagai filter, harus disiasati dengan cara
berikut:
Untuk iklan di media televisi hal
tersebut sudah dilakukan bahwa setiap iklan yang akan ditayangkan ditelevisi (bagian penata program) selalu
meminta persyaratan kepada distributor, produser dari luar stasiun ataupun
bagian akuisisinya, untuk melengkapai dokumen penyiaran setiap program dan
iklan yang akan disiarkan dari lembaga dari lembaga sensor film, sensor iklan
televisi di Indonesia dilakukan oleh Badan Sensor Film Indonesia.
Permasalahan yang mungkin timbul jika hal tersebut
dilaksanakan untuk media cetak termasuk koran adalah kompleksitas dan variasi
iklan yang ada di media surat kabar yang begitu beragam, dari Perusahaan
Multinasional hingga perorangan banyak menggunakan
surat kabar sebagai media promosi mereka, dari iklan baris hingga iklan
berwarna 2 halaman penuh menjadi bagian dari variasi iklan di surat kabar.
Melihat kenyataan yang ada seolah tidak mungkin jika seluruh iklan yang akan
tayang di surat kabar harus melalui lembaga sensor iklan. Solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi
hal tersebut adalah :
(1)
Untuk iklandisplay(iklan berukuran
minimal dua kolom hingga 1 halaman penuh) nasional dengan pemasang iklan
perusahaan nasional atau multi nasional harus
melewati lembaga sensor iklan yang dibentuk pemerintah atau ada pemberian label
bahwa iklan tersebut sudah lolos sensor.
(2)
Untuk iklan kolom dan iklan
baris, Iklan ini disebut dengan iklan
baris karena pesan yang dibuat hanya terdiri dari beberapa baris kata/kalimat
saja dan biaya yang dikenakan dihitung perbaris, dan harganya relatif murah.
Bisaanya iklan baris ini tidak lebih dari 3-4 baris dengan luas tidak lebih
dari satu kolom. Begitu juga Untuk iklan kecik (yang berisi pesan pesan
singkat, yang terdiri dari beberapa karakter). Pihak yang berwenang dalam
mensensor maupun meyaring iklan iklan yang diduga membuat kerugian bagi
konsumen, maka hendaknya perusahaan Pers membentuk Bagian Sensor Iklan Internal
yang masih terintegrasi dengan Perusahaan Pers itu sendiri.
c.
Mewajibkan Untuk Mengumumkan Secara Terbuka Iklan yang Menyesatkan Kepada
Masyarakat Luas.
Badan yang berwenang menilai suatu iklan menyesatkan atau
tidak, hendaknya mensosialisasikan kepada masyarakat sekaligus. Semisal tentang
letak pelanggaran dan efek pelanggaran iklan maka sangat bermanfaat dalam
rangka pembelajaran kepada masyarakat, membangun kesadaran masyarakat sekaligus meningkatkan kemampuan “proteksi
diri” terhadap iklan yang menyesatkan.Pada dasarnya, Iklan yang tergolong menyesatkan
bisa diselesaikan sendiri antara badan yang berwenang misalnya BPOM ( Badan Pengawas
Obat Dan Makanan) yang melarang peredaran produk produk yang berbahaya bagi
masyarakat. Namun Azas Transparansi yang merupakan syarat dari sebuah pemerintahan
yang baik harusnya diperhatikan oleh BPOM dengan mengumumkan iklan sebuah
produk yang dinilai membayakan atau memberi informasi yang tidak benar.
d.
Standarisasi Format Iklan di Surat
KabarMenghindari adanya informasi yang bisa menyesatkan bagi
konsumen, maka Format iklan di surat kabar harus dibuat standar yang jelas.
Format iklan di surat kabar harus dibuat standar yang jelas untuk menghindari
adanya iklan yang bisa menyesatkan konsumen, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam standarisasi format iklan
1) Format Iklan Baris : kadangkalan iklan ini dinamakan iklan
kecik, di surat kabar lokal Solo Pos, Jenis iklan ini termasuk cukup dinikmati
para pengiklan. Namun karena minimalnya informasi yang bisa dimuat di iklan
baris, maka harus ditetapkan iklan produk/jasa
apa yang bisa dimuat di iklan baris. Iklan obat-obatan adalah salah satu iklan
yang perlu dihindari dari jasa iklan kecik ini. Seharusnya dalam iklan obat,
bisa disajikan lengkap indikasi, kandungan dan efeks samping dari penggunaan
obat.
2) Format iklan advetorial : iklan advertorial adalah Iklan
dalam bentuk berita, yang memiliki kesan promosi namun dituliskan dalam formant
dan bahasa berita. Biasanya hal ini dibuat oleh pihak media, bukan atas nama
inisiatif pihak pemasang iklan. Umumnya berkisar: pengobatan alternatif, jasa
penyelenggaraan even, makanan wisata, institutonal advertising, dan sebagainya.
Iklan semacam ini bisa menyesatkan konsumen karena menganggap bahwa iklan
tersebut adalah berita bukan sebuah iklan.
Kesimpulan
1.
Perlindungan terhadap kepentingan
konsumen cukup diperlukan, mengingat konsumen selalu ada dalam posisi yang
dirugikan. Salah satu upaya produsen menarik minat konsumen adalah menggunakan
iklan untuk bisa menawarkan kelebihan dan karakteristik produk yang ditawarkan.
Namun permasalahan justru terletak kepada iklan yang ditampilkan, hal ini tidak
lain karena melalui iklan inilah potensi penyesatan informasi terhadap konsumen
bisa terjadi. Hal ini menyebabkan konsumen mengalami kesesatan dalam menyerap
informasi. meskipun UU perlindungan konsumen memberikan perlindungan terhadap
konsumen atas informasi yang benar.
2.
Surat kabar merupakan salah ssatu
media yang digunakan sebagai promosi iklan. Dalam hal penyesatan informasi,
Surat kabar memiliki andil dalam melakukan penyesatan informasi tersebut.
Disatu sisi persaingan yang sangat ketat antara media satu dengan media lain,
membuat fungsi pengawasan terhadap iklan iklan yang berpotensi memyesatkan
tidak maksimal. Dalam penelitian ini terbukti bahwa banyak iklan yang ditayangkan
di surat kabar menyimpang dari ketentuan perundangan yang berlaku.
3.
Untuk tercapainya tujuan semua pihak
yaitu hubungan yang saling menguntungkan, tidak ada pihak yang dirugikan maka dalam penelitian
ini dibuat tentang model perlindungan konsumen terhadap iklan menyesatkan di
media surat kabar yaitu :
a.
Pembentukan undang-undang
periklanan.
b.
Penetapan badan sensor iklan media
cetak
c.
Kewajiban untuk mengumumkan secara
terbuka iklan yang menyesatkan kepada masyarakat luas
d.
Penetapan standarisasi format iklan
di surat kabar
DAFTAR PUSTAKA
·
Arif , Barda Nawawi. 2001
Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT Citra
Aditya Bakti. Bandung.
·
Atmasasmita,Romli,Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis (Busines
Crime), Kencana, Jakarta.
·
Fachrudin, Andy. 2004. Dasar-dasar Penyiaran.Pusat Pengembangan
Bahan Ajar UMB, Medan.
·
Hadisoeprato,Hartono.2004. Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty.Yogyakarta.
·
Hamblin, C. and Wright, F.B. 1988.
Introduction to Commercial Law. Sweet and Maxwell.London.
·
Handler, Milton. 1972, Business
Tort, Case and Materials. Foundation
Press. New York
·
Harianto Dedy, 2010. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap
Iklan Menyesatkan, Ghalia Indonesia, Bogor
·
Harold P. Weinberger,Jonathan M.
Wagner And Norman C. Simon. 2002. Testing
Key In False Advertising Cases New York Law Journal
·
Lowe, B.W. 1993. Periklanan Yang Efektif.: Elex Media Komputindo. Jakarta.
·
Lysonski, Steven, dan Duffy, Michael
F. 1992. “The New Zealand Fair Trading Act of 1986: Deceptive Advertising”, The
Journal of Consumer Affair, Vol. 26. Madison.
·
Miru, Ahmadi, dan Yodo, Sutarman.
2004. Hukum Perlindungan Konsumen, PT
Raja Grafindo. Jakarta
·
Miru,Ahmadi, dan Yodo,Sutarman,2004. Hukum Perlindungan Konsumen,PT Raja
Grafindo. Jakarta.
·
Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Kencana
Prenada Media Group: Jakarta.
·
Nasuition, AZ, 2001 Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Daidit Media, Yogyakarta
·
Nurmadjito. 2000. “Kesiapan Perangkat Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia” dalam
Syawali, Husni (ed) Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju. Bandung.
·
PP No.69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia No.131 Tahun 1999)
·
Republik Indonesia, Undang-undang
No.7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia No.99 Tahun
1996)
·
Republik Indonesia, Undang-undang
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia
No.42 Tahun 1999)
·
Republik Indonesia, Undang-Undang
Tentang Pers (lembaran negara republik Indonesia no.166 th 1999)
·
Shimp,Terence A.,2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan
Komunikasi Pemasaran Terpadu, Edisi ke 5, Diterjemahkan oleh Revyani Sjahrial,Dyah Anikasi.Erlangga.
Jakarta.
·
Shofie, Yusuf. 2009. Perlindungan Konsumen &
Instrumen-Instrumen Hukumnya. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
·
Siahaan, NHT.2005. Hukum Perlindungan Konsumen Dan Tanggung
Jawab Produk.:Panta Rei. Jakarta
·
Soekanto, Soerjono. 1997. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. PR Radja Grafindo Persada. Jakarta
·
Sugihantoro, 2009 . Modul Pengantar Periklanan, Pusat
Pengembangan Bahan Ajar, UMB, Medan
·
Sumartono. 2002, Terperangkap Dalam Iklan , Alfabeta. Bandung.
·
Tjiptono Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi. Yogyakarta
· http://journals.ums.ac.id/index.php/jurisprudence/article/view/4228/2704
Tidak ada komentar:
Posting Komentar